Pare, Februari 2015
Tak seperti biasanya, aku sudah rapih
dengan kemeja, celana jins dan sepatu boots kebangganku pagi-pagi sekali. Aku
tidak pernah sesiap ini mengawali hari. Kukayuh sepeda fixie hitamku
diantara mentari pagi kala itu. Arloji yang kugunakan sudah menunjukkan pukul
06.50 WIB. Apakah sedang terlambat? Tidak. Aku begitu bersemangat akan
pembelajaran hari pertama kelas Bahasa Inggris yang sudah direncanakan bersama
teman-temanku sejak lama sewaktu aku masih di Pekanbaru. Kini aku sedang berada
di Pare, Kediri, -yang orang-orang bilang sebagai kampung Inggris-nya Indonesia.
Sampailah aku dikelas Speaking 1 hari
itu. Tidak mewah memang, hanya satu papan tulis sederhana dengan beberapa
spidol telah siap dibawah pohon yang-aku-sendiri tidak tahu namanya, dengan
beberapa kursi plastik mengelilingi papan tulis tersebut sehingga terbentuklah
ruangan kelas. Begini saja, kah? Ucapku dalam hati sambil melihat sekeliling
yang sangat baru bagiku. Pandanganku seketika berhenti pada seseorang yang
menyita semua perhatian detik itu. Seakan waktu berhenti sejenak, oke ini agak lebay.
Namun, siapa dia yang berani membuatku begini dipertemuan pertama? Entahlah,
yang kutahu sejak saat itu dia telah menciptakan debar-debar bodoh yang selalu
mengganggu kenyamanan dan ketentraman hidup.
Singkat cerita setelah beberapa hari
dikelas yang sama, akhirnya aku sudah tahu nama, asal hingga kontaknya. Kami
beberapa kali saling ngobrol dan tidak segan berbalas ejekan. Seketika saja
kita sudah dekat tanpa sadar. Beberapa kali pula kami mengunjungi tempat wisata
bersama, ya cuma dua kali sih. Tapi debar-debar bodoh ini semakin kencang saja.
Lalu? Aku masih tidak tahu harus apa,
aku sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi ini. Apakah hanya aku saja yang
seperti ini, apakah dia merasakan juga. Entahlah. Andai bisa, ingin sekali aku
langsung saja bertanya kepadamu, “kau juga merasakannya,kan?”. Namun aku tidak
sekuat itu, iya.
Pada setiap kesempatan, tak akan
kusia-siakan agar bisa lebih dekat lagi dengannya. Mulai dari hal kecil yang
aku buat-buat agar bisa mampir ke penginapannya, sampai merencanakan gathering pelajar
di Pare cuma untuk mencari jalan agar ketemu dirinya. Aku makin tak terkendali
saja.
Namun dilain pihak, dia masih
kelihatan tenang dan cuek, seakan usahaku tak ada hasilnya. Terkadang terlintas
dibenakku, sudahlah mungkin hanya aku saja yang terlalu bodoh membiarkan semua
khayalan dan perasaan menimbun pikiranku. Aku hanya buang-buang waktu saja
dengannya. Setelah itu aku mulai berhenti berharap dan melakukan hal bodoh
lagi untuk bertemu dengannya. Officially, I’m quit.
**
Di penghujung bulan Maret, merupakan
waktu dimana kita harus benar-benar berpisah. Pembelajaran telah usai, kamu
akan kembali ke kota dan kehidupanmu bersama pria yang kau cintai disana
mungkin. Begitu pula aku, namun kembali ke kotaku dengan semua pertanyaan yang
belum terjawab. Nggak bisa gini, nggak bisa. Tapi, apakah semua ini hanya khayalanku
saja? Akankah hanya kekaguman sementara semata?
Tapi aku terlalu sadar kalau ini
benar-benar terjadi.
"This is real"
"This feeling is fuckin real"
Bagaimana tidak, secara sadar aku
merasa takut untuk berpisah. Aku begitu takut untuk menerima kenyataan kalau
kita mungkin tak akan bertatap muka lagi. Kamu hanya tidak tahu saja. Tapi
kamu harus.
Akhirnya malam terakhir telah tiba.
Aku akhirnya berani juga, walau hanya melalui chat online, akhirnya
kamu tahu yang selama ini terjadi padaku, akhirnya dia tahu sudah menjadi
pencipta debar-debar bodoh sialan ini.
Malam itu, kita berdua mengungkap
segalanya didalam suatu obrolan. Akhirnya semua begitu jelas bagiku. Aku
melayang, membayangkan jika itu kulakukan sejak awal. Sekarang aku harus terima
kalau keadaanlah yang tidak mendukung segalanya menjadi nyata. Tapi sudahlah,
tak ada yang aku sesalkan lagi. Serahkan saja segalanya kepada Tuhan dan
kehidupan, apapun itu, aku takkan keberatan jika debar-debar bodoh ini
muncul kembali, kelak.
See you next time! Begitu
kalimatmu yang akan selalu kuingat sampai kita bertemu lagi, semoga pada
kondisi yang lebih baik.
"Rindu ini bukan
tentang pertemuan, Melainkan kau merindu seperti aku, Dan suasana kita dahulu"
ditunggu cerita selanjutnya mas..
ReplyDeleteSiap!
ReplyDelete