Lelahmu dan lelahku pastinya tak sama.
Lelah seorang penyapu jalanan dan
lelah seorang Manager Bank ternama juga pasti berbeda.
Lelah seorang Sutradara film dan lelah
seorang Aktor pun juga tak sama.
Lelah seorang Ibu rumah tangga
mengurus keluarga dan lelah seorang anak menghapalkan rumus fisika juga teramat berbeda.
Dan lelahnya seseorang yang menunggu
dan terus menunggu tanpa kepastian. Ini sih lelah sama bego beda tipis.
Sempat terlintas dipikiranku,
bagaimana jika status sosial dan gaji dari manusia di Bumi ini berdasarkan
seberapa lelah dia bekerja. Mungkin para pekerja yang kerjanya sangat keras dan
membutuhkan banyak energi akan menguasai dunia, seperti para kuli, tukang
becak, supir angkot, penyapu jalanan, pekerja bangunan, kaum terlantar, kaum
tertidas, jomblo, ya macem-macemlah.
Terkadang aku berfikir, terkadang juga
tidak, kalau lagi males. Begini teman, mengapa hidup begitu tak adil ya?
Mengapa orang yang bekerja lebih lelah tak dibayar sesuai pekerjaannya yang
sangat melelahkan. Mengapa seorang yang “hanya” duduk dan diam didepan monitor
bisa mendapatkan honor yang lebih layak? Aku pernah mengajak ngobrol salah
seorang tukang becak di kota Medan. Kalo tidak salah namanya adalah Pak Darto, beliau bercerita panjang lebar
mengenai pengalamannya menjadi tukang becak, karena terlalu panjang, jadi tidak
mungkin aku ceritakan disini, begitu.
Namun kemudian, aku mendapatkan
secercah jawaban dari permasalahan lelah ini. Kalau lelah sendiri sebenarnya
bukan hanya melulu soal keringat, bukan melulu soal tenaga, melainkan lelah
berpikir juga harus dihitung. Jadi sekarang aku sudah paham, itulah gunanya
belajar apapun, itulah gunanya belajar di sekolah, agar otak kita dilatih untuk
lelah berpikir, agar nantinya kita bekerja dengan menggunakan sebagian besar
otak, daripada menggunakan tenaga. Makanya, sewaktu sekolah ataupun sewaktu
kuliah itu kalo belajar ya belajar bener-bener, jangan bisanya pacaran aja. Itu
tuh jadinya banyak anak muda sekarang yang hamil diluar nikah, kebanyakan pake
tenaga sih, tapi nggak bisa pake otak.
Sering juga kita hanya melihat posisi
seseorang ketika mereka sudah berada dititik kesuksesan. Namun, kita melupakan
bagaimana lelahnya ia mencapai posisi tersebut. Aku percaya bahwa hidup ini
adalah suatu konsep paling sistematis. Kita lahir sebagai bayi, kemudian tumbuh
menjadi anak-anak, remaja, dewasa, lalu meninggal. Contoh lain, kita bersekolah
sesuai sistemnya. Mulai dari TK, SD, SMP, SMA, S1, S2, S3 dan seterusnya. Tidak
ada yang bersekolah langsung SMA kan? Akhirnya aku paham bahwa untuk sukses itu
harus sistematis, akan banyak lelah-lelah yang dilewati sampai pada akhirnya
lelah itu menjadi nikmat, dan lelah pun akan semakin berkurang. Aku sedang
berada diposisi lelah yang berpotensi menyerah. Tapi tak mengapa, ini adalah
sistem, yang akan aku lewati dan harus aku nikmati.
Kang ketoprak deket rumah pernah
mengatakan begini:
“Dan
jika suatu saat kamu merasa sudah lelah, duduk dan katakan ini belum berakhir,
lalu bangkitlah, berjalanlah walau hanya satu langkah.”
Karena percayalah, tidak ada lelah
yang berakhir sia-sia. Selamat Petang, salam olahraga!